Bacaan Alkitab hari ini merupakan dua dari tiga perumpamaan yang Yesus sampaikan tentang sesuatu yang hilang dan ditemukan kembali. Perumpamaan ini merupakan respons atas sungut-sungut orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat karena melihat Yesus bergaul dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa. 

Sesungguhnya, ini bukan yang pertama kali. Di pasal 5:27-32 sungut-sungut orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat sudah muncul saat melihat Yesus duduk makan dengan para pemungut cukai. Bedanya, di pasal 5:27-32, Yesus merespons sungut-sungut itu dengan menjelaskan bahwa maksud kedatangan-Nya adalah untuk memanggil orang berdosa supaya bertobat. Sementara di bacaan Alkitab hari ini, yang ditekankan adalah sukacita atas pertobatan satu orang berdosa lebih besar daripada keberadaan banyak orang benar yang tak (merasa) butuh pertobatan.

Kita juga bisa melihat perbedaan antara perumpamaan domba dan dirham yang hilang dengan perumpamaan anak yang hilang. Pada perumpamaan domba dan dirham yang hilang, masing masing pemilik mengeluarkan daya upaya yang besar untuk bisa menemukan miliknya kembali. Sementara, pada perumpamaan anak yang hilang, anak itulah yang menyadari keadaannya dan memutuskan kembali kepada Bapanya. 

Terlepas dari perbedaan yang ada, pesan perumpamaan ini tetaplah sama: sukacita besar karena telah menemukan yang hilang. Pesan ini merupakan undangan Yesus kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat agar berhenti bersungut-sungut dan bergabung dalam sukacita. Alih-alih mengasingkan orang-orang berdosa, Yesus mengajak orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat untuk menghayati belas kasihan Allah yang merangkul.

Dalam konteks perkembangan teknologi digital yang begitu pesat, sayangnya itu semua dapat menjadi alat yang mengasingkan kita dari orang lain atau membuat seseorang merasa terasing. Dalam semangat belas kasihan Allah yang merangkul itulah, kita diajak untuk memanfaatkan perkembangan teknologi digital dalam rangka menjangkau orang yang jauh. Sehingga jarak dan waktu tidak lagi jadi batasan kita untuk menyatakan belas kasihan-Nya. Dalam semangat belas kasihan Allah yang merangkul itu juga, kita diajar untuk tidak melupakan yang dekat. Jangan sampai yang jauh dijangkau, tapi orang-orang terdekat justru terasing karena kegagalan kita bersikap bijak di era perkembangan teknologi digital ini. Mari hidup dalam belas kasihan Allah yang merangkul dan bukan mengasingkan. [DWE]