Jadwal Kebaktian Lihat Arsip

Jadwal Kebaktian : Minggu 25 Oktober 2020

"MELAYANI DENGAN TULUS"

——— (1Tesalonika 2:1-12)

Meskipun dianiaya, Paulus tetap berani mengabarkan Injil. Kendati dihina, Paulus tidak mundur dalam menunaikan tanggung jawabnya. Bagaimanakah dia sanggup menjaga kesetiaan kepada Tuhan dan merawat kemurnian pelayanannya? Apa yang dapat kita pelajari dari seorang Paulus? Surat 1 Tesalonika 2:1-12 memberi beberapa tips dari Paulus bagi kita untuk melayani pada saat ini, antara lain:

  1. Menyadari dan mengakui bahwa kesempatan pelayanan yang kita miliki (baik di rumah, sekolah, tempat bekerja, gereja, maupun dalam masyarakat) adalah karena kita dianggap layak oleh Allah. Setiap orang dipercayakan untuk mengerjakan sebuah tanggung jawab karena ada suatu potensi berharga di dalam dirinya. Namun, dianggap layak oleh Allah ini seyogianya tidak membuat kita lupa diri dan menjadi sombong rohani. Kita dianggap layak untuk menjadi pelayan-Nya. Bersama kita, ada juga orang lain yang sama-sama menerima kesempatan untuk melayani dalam pandangan kelayakan Allah, sesuai bidangnya.
  2. Menyukakan Allah, bukan mencari pujian manusia. Hal menyukakan Allah tidak berarti bahwa kita bebas melakukan apa saja atas nama-Nya atau karena dalih melayani Dia, padahal kita sedang memperjuangkan ambisi pribadi yang belum tentu sejalan dengan kehendak-Nya. Karena itu, Paulus mengingatkan kita: Allah menguji hati. Terkadang, ketika ingin menyukakan hati-Nya, kita justru menerima penolakan atau pengkhianatan dari sesama. Atau sebaliknya, kesempatan untuk mendapatkan hormat dan pujian dari orang lain bisa menjadi jalan licin yang menggelincirkan kita ke dalam pengkhianatan terhadap Allah. Ingat, jagalah kemurnian hati kita.
  3. Berlaku ramah. Realitas kehidupan seringkali memancing emosi kita terhadap orang lain. Kita diingatkan supaya tidak dikuasai oleh amarah yang dapat menjerumuskan kita pada dendam dan kebencian. Sebaliknya, kita diarahkan untuk menjaga sikap positif terhadap orang lain, yaitu bersikap ramah kepada semua orang. Oleh karena itu, kita membutuhkan latihan batin yang  cukup untuk mengelola emosi dan mengubah benih kejahatan menjadi tindakan kebaikan. Dengan demikian, dalam ketulusan, kita sedang berjuang memancarkan perangai Allah, Sang Kasih.
  4. Tidak menjadi beban atau sandungan bagi orang lain. Dalam hidup persekutuan, tentu saja kita harus saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Namun, ini bukan berarti bahwa kita terlena begitu saja dengan kebaikan orang lain atau malah dengan sengaja menyusahkan sesama. Hal menjadi beban terhadap orang lain tidak selalu berkaitan dengan faktor ekonomi, tetapi juga mungkin menjadi beban bagi pikiran dan perasaan orang lain dalam keluarga, gereja, dan masyarakat. Kita justru dipanggil untuk giat mengerjakan apa yang kita bisa dan membagi kebaikan hidup dengan sesama dalam suasana sukacita. Melalui sikap ini, di tengah kelemahan dan kesesakan sekalipun, sesungguhnya kita sedang menjadi saksi Injil bagi dunia.

Seperti Paulus, dalam warna-warni kehidupan, sesungguhnya spiritualitas hidup kita sebagai seorang pelayan sedang dibentuk oleh Allah. Jangan kalah oleh keadaan dan jangan berhenti melayani Dia. Ingatlah, sejak awal, Allah telah melayakkan kita untuk bekerja bersama-Nya dan ikut dalam kemuliaan-Nya.  (WBM)

 

Pelayan Kebaktian