Kata ‘kasih’ tentu sudah tidak asing lagi bagi kita. Baik secara eksplisit maupun implisit, kata ‘kasih’ selalu muncul dalam Alkitab kita mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Di sepanjang perjalanan pelayanan-Nya, Yesus pun sering sekali mengajarkan tentang pentingnya kasih kepada Allah, sesama, maupun diri sendiri. Kasih menjadi inti dari seluruh pengajaran yang disampaikan Yesus kepada para pengikut-Nya. Tak terkecuali juga pada bacaan Alkitab kita hari ini. Yohanes 13:31-35 merupakan bagian dari pesan terakhir yang Yesus sampaikan kepada para murid-Nya sebelum Ia pergi meninggalkan mereka.

Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul pada perikop bacaan kita hari ini ‘perintah baru’. Hal ini tentu didasarkan pada perkataan Yesus sendiri di ayat 34a, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, supaya kamu saling mengasihi.” Perintah baru yang berisi panggilan agar para murid bersedia hidup saling mengasihi satu sama lain. Jika perintah mengasihi telah berulang kali Yesus sampaikan, lalu apa yang ‘baru’ dari perintah Yesus di perikop ini? Ya, isi dan substansi dari perintah ini memang sama, namun situasi dan kondisinyalah yang berbeda. Di sinilah kebaruannya.

Perikop ini terjadi tepat setelah Yesus memberi peringatan kepada Yudas (ay. 21-30). Setelah diperingatkan Sang Guru, Yudas bergegas pergi malam itu juga. Kepergian Yudas menandakan dimulainya adegan pengkhianatan yang akan dilakukannya demi 30 keping perak. Sesaat lagi, Yesus akan ditangkap, diadili, diolok-olok, dan disalib. Sebuah situasi yang genting dan penuh pengkhianatan. Namun menariknya, di tengah situasi tersebut, Yesus justru menyatakan perintah-Nya untuk saling mengasihi. Di tengah luka yang dialami-Nya, Yesus justru tetap memberi teladan kasih yang sesungguhnya. Inilah yang dimaksud mengasihi meski terluka.

Sekarang, bagaimana dengan kehidupan kita? Untuk mengasihi sesama dalam kondisi yang baik baik saja mungkin mudah dilakukan, tetapi bagaimana jika situasi dan kondisinya tidak baik-baik saja? Apakah kita tetap bisa mengasihi? Belum tentu! Apalagi jika faktanya orang yang melukai kita, terkadang justru adalah orang terdekat kita, baik keluarga, sahabat, rekan kerja, dan lain-lain.

Di Minggu V Paskah ini, mari bersama kita belajar meneladan Yesus yang mau tetap setia menyatakan kasih meski murid-Nya telah mengkhianati dan menjual-Nya. Kiranya kasih dan teladan Kristus ini sanggup memotivasi kita untuk tetap mengasihi apa pun situasinya. Sebab, mengasihi bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Harus karena Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita (ay. 34b). Harus karena itulah identitas kita sebagai murid Kristus (ay. 35). Kita dipanggil untuk menyatakan kasih dan hidup saling mengasihi. Selamat menghidupi kasih. Selamat saling mengasihi. Kiranya Allah, Sang Kasih, selalu memampukan kita untuk mempraktikkan kasih-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga! [FYM]