Tawaran atau anjuran hidup berdasar janji Tuhan masa kini sepertinya utopis. Mengapa? Karena sekarang ini banyak orang hidup bukan digerakkan atau didasarkan atas janji Tuhan, melainkan digerakkan oleh pemuasan hawa nafsu belaka, pemenuhan kepentingan diri sendiri atau, jangan-jangan penggenapan egois manusia semata, yang oleh Richard Dawkins disebut gen egois manusia. Bagaimana tidak? Sekarang ini, begitu kentara manusia menggunakan segala cara untuk meraih dan menggapai keinginannya dengan mengabaikan kompas nuraninya.  

Anjuran dan nasihat untuk hidup berdasar janji Tuhan pun sekarang ini sepertinya skeptis? Mengapa? Karena pemberi anjuran dan nasihat tersebut justru melakukan hal-hal yang kontradiktif dengan apa yang dianjurkan dan dinasihatkannya. Barangkali sebagian kita telah mengetahui pengibaran bendera “One Piece” di berbagai tempat di Indonesia. Pengibaran bendera tersebut dilakukan lebih karena protes terhadap sikap kontradiktif tersebut di atas. Pengibaran itu dilakukan karena protes terhadap orang yang omong jangan korupsi tetapi melakukan korupsi, yang omong ikutan aturan malah melanggar aturan, yang omong hidup berdasarkan hukum malah melanggar hukum, atau seperti Pengkhotbah 3:16 mengatakan, “di tempat pengadilan, di situ ada kejahatan (bdk. TB 1, ketidakadilan), dan di tempat keadilan, di situ ada ketidakadilan.” Bisa jadi pengibaran bendera “One Piece” pun dilakukan terhadap lembaga dan pemimpin rohani yang hanya sembunyi di balik toga atau jubah keimamannya, tetapi melakukan juga ketidakadilan dan rancang bangun kejahatan terhadap sesamanya.

Bagi orang yang takut akan Tuhan, hidup berdasar janji Tuhan, bukanlah hal yang utopis atau skeptis melainkan sikap optimis yang positif. Mengapa dikatakan optimis yang positif? Karena banyak pula orang yang memiliki sikap optimis yang negatif, yaitu memakai janji firman Tuhan sebagai selaput demi pencapaian dan pemuasan diri sendiri. Sikap optimis yang positif ini, kita kenal dengan iman, yaitu memercayai bukan hanya janji Tuhan, tetapi juga memercayai dan mengakui otoritas pemberi janji tersebut yaitu TUHAN. Jadi yang terpenting dalam diri orang yang hidup berdasar janji Tuhan adalah bukan soal janji itu sendiri, tetapi relasi dengan Sang Pemberi janji. Relasi yang intens dengan TUHAN melalui firman-Nya yang penuh dengan janji-janji berlimpah bukan kosong. Relasi yang akrab tanpa transaksi melainkan dengan refleksi dengan doa dan hidup yang benar serta penuh sikap takut akan TUHAN. 

Hiduplah berdasarkan janji Tuhan! Hidup pulalah dalam relasi dengan Tuhan dan sesuai dengan nilai dan karakter Sang Pemberi Janji! Amin (TMP)