Memasuki kembali untuk hidup sebagai penurut Allah. Dalam bahasa Paulus kepada Jemaat Efesus, “ .. jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah” (ayat 1-2).  Menjadi penurut-penurut Allah di sini berarti mengikuti teladan atau meniru Allah. Kata ‘penurut-penurut’ berasal dari bahasa Yunani mimesis, yang berarti tiruan., sehingga ketika dikatakan menjadi penurut-penurut Allah, maka yang diharapkan adalah kita bisa meniru atau meneladani Allah di dalam Yesus Kristus dalam kasih-Nya. Apakah sanggup? Rasanya tak kan pernah kita sanggup! Namun kita diberikan kesanggupan oleh Allah dalam kasih-Nya bagi kita yang tak pernah berkesudahan. Sehingga kita tidak menjalani hidup dalam kesia-siaan karena hanya menuruti kehendak diri yang seringkali tidak hidup dalam kasih bagi orang lain, yang berarti tidak mengasihi Tuhan juga yang adalah kasih. Dengan demikian tidak menjadi penurut Allah.

Dalam pengenalan kita yang sungguh-sungguh akan Allah di dalam Yesus Kristus, membawa kita pada kerinduan untuk selalu menuruti diri-Nya. Pertama-tama, kita memberi diri untuk mengalami pembaharuan hidup. Proses pembaharuan hidup yang dimulai dari pikiran, terus ke perkataan dan perbuatan meneladani Yesus yang penuh kasih. Sebagaimana yang dinyatakan seseorang dalam tulisannya,

 “Apa yang kamu pikirkan, akan menjadi perkataanmu,

dari perkataanmu akan menjadi perbuatanmu,

perbuatanmu akan menjadi kebiasanmu,

dan dari kebiasaanmu akan menjadi karaktermu, ..”

Selanjutnya, ketika proses pembaharuan hidup sungguh-sungguh kita hayati, jalani dalam penyerahan hidup kepada Tuhan, maka kita dapat menikmati hidup bersama-sama sebagai penurut-penurut Allah dalam sebuah persekutuan yang Tuhan berkati. Alangkah indahnya! Persekutuan yang secara konkrit menyatakan hidup sebagai penurut-penurut Allah. Persekutuan yang selalu mengingat, “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang di antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (ayat 31-32). Marilah kita mewujudnyatakannya bersama-sama sebagai penurut-penurut Allah dalam persekutuan umat-Nya. Karena itulah sukacita yang sesungguhnya, dalam sukacita kita di bulan seni gereja. Sukacita sebagai penurut-penurut Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya sebagai Sang Kepala Gereja yang menjadi pusat ibadah kita! Amin. (WIT)