Dalam kehidupan kita sehari-hari, dikenal sebuah ungkapan titik buta (blind spot). Hal ini hendak mengungkapkan, ada daerah visual di otak, yang tidak mendapatkan informasi tentang apa pun dari indera penglihatan (mata) (Wikipedia, 2017). Ungkapan tersebut, dapat kita kenakan dalam hidup beriman kita, yaitu ketika kita sebagai umat Tuhan, tidak dapat memahami berbagai macam pengalaman sepanjang perjalanan hidup kita, seperti peristiwa kedukaan, diputus hubungan kerja, atau pun pengalaman pahit lainnya.

Dalam bacaan Roma 9: 1-18, Rasul Paulus bergumul benar mengenai status bangsa Israel di hadapan Tuhan. Dahulu, bangsa Israel sebagai anak pilihan, yang telah menerima kemuliaan, perjanjian, hukum Taurat, ibadah, dan janji-janji-Nya. Namun kini, status tersebut tidak lagi eksklusif milik bangsa Israel, namun Tuhan menganugerahkan pilihan dan panggilan tersebut kepada bangsa-bangsa lain di luar Yahudi.

Hal ini dipertegas kembali oleh Firman-Nya kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah (Roma 9:15-16). Dengan demikian satu pesan yang dapat kita tarik dari pergumulan Paulus tersebut, adalah janganlah kita pernah menjadi sombong atau sebaliknya menjadi minder. Namun sadarilah selalu, bahwa segala hal yang terjadi di dalam kehidupan kita adalah selalu dalam Kuasa Tuhan, sehingga kesadaran tersebut melahirkan sikap kerendahhatian dalam hidup kita.

Oleh karena itu kita sebagai umat-Nya dapat menyelami Belas Kasih Tuhan yang Tak Terselami, dengan menghayati bahwa kita bukan orang benar, namun beroleh kebenaran karena iman. Dengan demikian simpul titik buta (blind spot) terurai oleh Tuhan sendiri, yang hadir dan berkuasa dalam sepanjang perjalanan hidup kita. Tuhan yang tak terbataslah yang menuntun kita, untuk selalu mengejar kebenaran karena iman kita, bukan karena perbuatan kita. (PSP)