Perikop bacaan Alkitab hari ini menceritakan tentang bagaimana Yesus berhadapan dengan orang-orang Farisi dan Saduki yang ingin mencobai Dia. Mereka meminta agar Yesus memperlihatkan suatu tanda dari surga kepada mereka. Dengan tegas Yesus menegur mereka, "Rupa langit kamu tahu membedakannya tetapi tanda-tanda zaman kamu tidak mampu." Sungguh ironis! Sebagai pemimpin agama, orang Farisi dan Saduki yang seharusnya ahli dalam menafsir tanda-tanda alam, ternyata buta terhadap tanda kehadiran Allah yang nyata dalam diri Yesus Kristus. Mereka terkurung dalam pemahaman mereka sendiri dan menolak perubahan yang Allah sedang kerjakan di tengah-tengah mereka.

Teguran Yesus ini sangat relevan bagi kehidupan kita sebagai keluarga di era digital saat ini. Sama seperti langit yang bisa dibaca tandanya, zaman kita pun dipenuhi tanda-tanda yang perlu kita tafsirkan bersama. Salah satu tanda zaman saat ini adalah semakin pesatnya perkembangan dunia digital yang membawa banyak perubahan. Perubahan ini menciptakan sebuah dinamika baru dalam hidup berkeluarga yakni kesenjangan digital (digital divide) antar generasi. Ada generasi yang lahir dan besar di dunia digital (digital native). Ada generasi yang harus beradaptasi dan belajar menggunakan media digital terlebih dahulu (digital immigrant).

Kesenjangan digital menjadi tantangan sekaligus panggilan bagi setiap keluarga untuk membangun keterbukaan pada perubahan dengan sikap kritis. Ini bukanlah tentang penolakan total ataupun penerimaan buta. Ini adalah tentang membangun jembatan dan dialog antar generasi di dalam keluarga. Para digital immigrant (orang tua) perlu membuka hati untuk memahami dunia yang digeluti anak-anak mereka, para digital native. Alih-alih hanya melarang, cobalah untuk bertanya, mendengarkan, dan masuk ke dalam dunia mereka. Belajarlah dari mereka tentang teknologi baru, dan lihatlah dunia dari sudut pandang mereka. Di sisi lain, para digital native (anak-anak dan remaja) juga perlu belajar dari pengalaman orang tua mereka. Teknologi memang menyediakan akses informasi tanpa batas, tetapi tidak semua informasi itu benar dan baik. Di sinilah peran orang tua sebagai digital immigrant menjadi krusial. Orang tua memiliki tugas menanamkan nilai-nilai iman, mengajarkan cara membedakan yang baik dan yang jahat, dan mendampingi anak-anak agar tidak tersesat di dunia digital.

Sebagai bagian dari kehidupan keluarga kita, media digital telah mengubah cara kita dalam berelasi. Kita tidak dapat menutup mata terhadapnya. Perkembangan media digital menjadi salah satu tanda zaman yang membutuhkan kepekaan dan keterbukaan untuk disikapi bersama. Sebab, ketidakpekaan dan sikap acuh terhadap segala perubahan zaman hanya akan membawa kita pada keterasingan. Oleh karenanya, sebagai keluarga kristiani, kita dipanggil untuk terbuka pada perubahan dengan sikap tidak takut pada hal-hal baru. Mari kita memohon hikmat Tuhan agar kita tidak menjadi seperti orang Farisi dan Saduki yang buta terhadap tanda zaman. Sebaliknya, marilah kita menjadi keluarga yang mampu melihat kehadiran dan pekerjaan Tuhan di tengah pesatnya perkembangan dunia digital, serta menggunakannya untuk mempererat ikatan kasih sebagai keluarga. Tuhan menolong kita! [FYM]