Banyak orang ingin tampil bersinar dan memukau orang lain. Apakah keliru? Tentu tidak. Akan tetapi, mungkin saja, motivasi dan cara untuk bersinar tersebut, berbeda dengan apa yang selayaknya dinyatakan oleh orang percaya. Terkadang, tanpa sadar, keinginan untuk bersinar itu mengarah pada, bagaimana kita sanggup menampilkan diri sendiri dengan segala kelebihan, kepandaian, ataupun kemewahan hidup. Supaya menjadi figur terpandang dan dipuji orang lain, manusia terkadang mengabaikan, menjatuhkan, bahkan menindas sesamanya dengan cara-cara yang terkesan manis, namun sesungguhnya kejam dan licik.

Ketika berkata, “Kamu adalah terang!”, Yesus sedang menyadarkan manusia, tentang makna yang sesungguhnya dari bagaimana menjalani hidup yang bersinar itu. Istilah ‘kamu’ di sini, bukan ditujukan hanya pada satu orang pribadi, melainkan kepada semua orang yang mendengarkan pengajaran Yesus pada saat itu, dan juga bagi kita pada masa kini (bandingkan tulisan Paulus dalam Efesus 5:8). Kata ‘adalah’ diterjemahkan dari kata este (Yunani) yang berarti ‘adalah’, ‘sudah menjadi’, ‘mestinya’. Menjadi terang bukan lagi sebuah tawaran atau sekadar ajakan, melainkan sebuah manifestasi aktif, berdasarkan kodrat manusia sejak penciptaan: serupa dan segambar dengan Kristus (wajah Allah yang kelihatan), Sang Terang itu sendiri.

Lilin menyala jika ada api. Kita hanya sanggup menjadi terang yang berpijar, jika Yesus  ada di dalam hati, pikiran, dan tindakan kita. Terang itu harus nyata, bukan hanya seperti dongeng yang dituturkan, melainkan tindakan aktif yang diberlakukan setiap hari. Hidup yang menyatakan terang, bukan sekadar bicara tentang keadilan, melainkan juga kelapangan hati untuk bertindak adil; bukan sekadar merasa benar, namun berani berkata dan bertindak benar sesuai kehendak Kristus; bukan hanya mendiskusikan tema perdamaian, melainkan juga mulai mengampuni dan mengulurkan tangan persahabatan bagi sesama; bukan sekadar berpidato tentang kasih, tetapi juga mulai menggoreskan senyum pengharapan di wajah orang-orang yang sedang sedih terabaikan. Ternyata, menjadi terang bagi orang percaya, bukanlah soal bagaimana menampilkan dan memamerkan diri sendiri, melainkan hidup yang memancarkan terang ilahi, dengan cara peduli terhadap sesama, sehingga tanda-tanda Kerajaan Allah menjadi semakin nyata di dunia (bnd. Yesaya 58:6-10). Di mana ada terang, di situ kegelapan tidak berdaya. Di mana pun kita bertindak sebagai terang, di situ kemuliaan Tuhan bersinar, bagai kota di atas gunung, yang gemerlapnya nampak dari berbagai penjuru.

Kini, setidaknya dalam minggu ini, terang seperti apakah yang mau kita pancarkan di dalam keluarga? Tindakan sederhana apakah yang mau kita nyatakan sebagai wujud terang itu di lingkungan pendidikan atau di tempat pekerjaan? Ingatlah, terang itu tidak akan pernah padam jika Kristus, Sang Terang, tetap ada di dalam kita dan kita di dalam Dia.

Selamat memancarkan terang Kristus di dalam dunia! (WBM)