Peristiwa menarik terjadi saat ‘keesokan harinya’ Yesus dan para murid (Petrus, Yohanes dan Yakobus) turun dari gunung, tempat di mana Yesus mengajak mereka berdoa. Di atas gunung itu Yesus mengalami perubahan, rupa wajah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan saat Ia berdoa (ay.29). Yesus mengalami transfigurasi (perubahan bentuk atau penampilan; perubahan keagungan, kemuliaan, atau spiritual – Merriam Webster Dictionary). Para murid menyaksikan peristiwa menakjubkan ini. Petrus dalam ‘ketidaktahuannya’ merespons dengan mengusulkan untuk mendirikan kemah bagi Yesus, Musa serta Elia yang mereka saksikan hadir bersama Yesus di sana, untuk menikmati kebahagiaan yang dirasakannya di atas gunung itu. Di atas gunung itu kemuliaan Allah yang nyata dalam diri Yesus sungguh mendatangkan kebahagiaan bagi Petrus, Yohanes dan Yakobus.

Saat mereka turun dari gunung itu, orang banyak sudah berbondong-bondong menemui Yesus. Dikisahkan, bahwa: “Seorang dari orang banyak itu berseru, katanya: "Guru, aku memohon supaya Engkau menengok anakku, sebab ia adalah satu-satunya anakku. Sewaktu-waktu ia diserang roh, lalu mendadak ia berteriak dan roh itu menggoncang-goncangkannya sehingga mulutnya berbusa. Roh itu terus saja menyiksa dia dan hampir-hampir tidak mau meninggalkannya. Dan aku telah meminta kepada murid-murid-Mu supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat." (ay.38-40)

Saudara, di gunung, ketiga murid Yesus menikmati kebahagiaan saat mereka menyaksikan kemuliaan Allah dinyatakan. Di kampung, di bawah, di mana banyak orang menjalani realitas kehidupannya, ada persoalan besar. Seorang anak manusia sedang dirasuki roh yang berpotensi menghancurkan hidupnya. Dia dan banyak orang lain berada dalam situasi yang memrihatinkan dan sangat menyedihkan, yaitu realitas ketidakberdayaan, realitas kelemahan, realitas kesengsaraan. Mereka sangat merindukan pembebasan dari realitas yang mereka hadapi.

Berhadapan dengan realitas ini, tampaknya Yesus agak marah oleh ketidakpercayaan dan kesesatan mereka. "Hai kamu angkatan  yang tidak percaya  dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu? Bawa anakmu itu kemari!" Namun, Yesus tidak sekadar menunjukkan kekesalan-Nya dengan menghardik mereka. Yesus bertindak. Ia yang telah menyatakan kemuliaan Allah di atas gunung, segera bertindak menyatakan kemuliaan Allah di bawah, di kampung, dalam realitas kehidupan. Menyatakan kemuliaan Allah yang membebaskan, yang mendatangkan sukacita dan kebahagiaan hidup.

Kita sudah merasakan kemuliaan Allah di dalam Kristus, Anak-Nya. Dalam kemuliaan Allah di dalam Kristus kita telah diselamatkan. Kemuliaan Allah harus kita nyatakan secara konkret dalam realitas kehidupan. Setiap kata dan karya kita harus menjadi tanda yang nyata bagi dunia bahwa kita adalah anak-anak Allah yang telah melihat kemuliaan Allah, dan karenanya siap menyatakan kemuliaan Allah. Selamat menyatakan kemuliaan Allah. (JWP)