Bacaan Injil Lukas 12:13-21 menceritakan kisah seseorang yang meminta Yesus membantunya untuk mendapatkan warisan dari saudaranya. Yesus menolak untuk menjadi hakim atas perkara warisan ini. Yesus justru melihat yang jauh lebih hakiki daripada sekadar soal warisan dan harta, yaitu ketamakan dan kemelekatan terhadap harta. Hukum memang dapat membereskan persoalan pembagian harta, tetapi hukum tidak dapat membereskan persoalan ketamakan yang ada di dalam hati manusia. Oleh karena itulah, Yesus melalui perkataan-Nya, menegaskan: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah berasal dari kekayaannya itu.” 

Yesus menggunakan situasi ini untuk memberikan pengajaran mengenai apa yang menjadi akar sengketa, yaitu ketamakan. Sebagaimana biasanya, Ia menggunakan perumpamaan untuk mengajarkan kebenaran yang penting dan mendasar. Di dalam perumpamaan “Orang Kaya yang Bodoh”, kita dapat menemukan dengan jelas bagaimana si kaya menunjukkan kepemilikannya atas segala sesuatu. Semuanya adalah miliknya. Semuanya dalam kendalinya. Ia tidak menyadari bahwa jiwanya dapat diambil sewaktu-waktu oleh Tuhan. Apapun yang dimilikinya di dunia dengan harta miliknya, adalah sesuatu yang terbatas dan fana. Kekayaan tidak dapat menciptakan atau membeli kehidupan. Kehidupan tidak dapat ditukar dengan kekayaan. Hidup lebih daripada sekadar hidup fisik, melainkan hidup yang berkualitas. 

Cerita perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang kaya yang bodoh, selalu mengingatkan kita pada cerita seorang pengarang Rusia, Leo Tolstoy. Ada seseorang yang berniat membeli sebidang tanah yang luas. Ia dihantar oleh si empunya tanah. Dari atas puncak gunung ia melihat lembah-lembah dan bukit-bukit yang terbentang luas. “Berapa hektar yang boleh saya beli?” Dijawab: “Berapa saja boleh, sekuat tenagamu.” Pembeli tanah itu pun heran. Si penjual tanah menyatakan, “Iya kamu boleh membeli tanah seluas yang kamu bisa kelilingi. Kamu lari dari sini. Kelilingi lembah-lembah dan bukit-bukit itu. Sebelum matahari terbenam kamu harus sudah kembali lagi ke sini. Kalau kamu mengelilingi 40 hektar, kamu dapat 40 hektar, kalau kamu kuat 50 hektar, kamu dapat 50 hektar.” Tanpa membuang waktu lagi, pembeli tanah itu pun mulai berlari. Makin jauh aku lari, makin banyak tanah yang aku miliki. Ia terus berlari. Ia sudah sangat lelah, tetapi ia paksa terus. Akhirnya, ketika matahari hampir terbenam, ia sangat kelelahan tiba di tempat di penjual tanah. Dengan sangat lelah, dia berkata, “Aku dapat 50 hektar! 500 ribu meter persegi.” Tetapi seketika itu juga ia roboh. Nafasnya habis. Ia mati. Ia bukan dapat 500 ribu meter persegi, melainkan hanya 2 meter persegi, pas untuk menguburkan jenazahnya.  

Setiap orang bisa saja jatuh dalam ketamakan. Merasa tidak cukup dengan apa yang sebetulnya sudah cukup. Oleh karena itu untuk mewaspadai ketamakan, kita perlu terus melatih diri untuk belajar cukup. Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengajarkan untuk tidak jatuh dalam ketamakan dengan belajar merasa cukup. Setiap kali kita mengucapkan, “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”, kita selalu diingatkan ulang untuk tidak jatuh dalam ketamakan. Waspadalah! Amin (WIT)