BUTET MANURUNG (Tokoh Inspiratif Kepedulian)


Di bumi Indonesia yang kita cintai ini, banyak suku terasing yang semakin terpinggirkan, bahkan habitat mereka sudah menjadi lahan penjarahan pelaku illegal logging. Kondisi tersebut, membuat wanita bernama Saur Marlina Manurung atau akrab dikenal dengan Butet Manurung terpanggil untuk menjadi pendamping suku terasing, termasuk Suku Anak Dalam yang bermukim di  Makekal Hulu, Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Bangko Merangin, Provinsi Jambi selama beberapa tahun.

Saur Marlina Manurung yang lahir di Jakarta, 21 Februari 1972 dengan motto hidup  “Hidup bagi saya, bagaimana hidup saya bisa bermanfaat bagi orang lain dengan hobi kita, jadi hobi yang bermanfaat bagi orang lain” adalah perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia. Sekolah rintisan pertama kali ia terapkan bagi masyarakat Orang Rimba (Suku Kubu) yang mendiami Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Metode yang diterapkannya bersifat setengah antropologis. Pengajaran membaca, menulis, dan berhitung dilakukan sambil tinggal bersama masyarakat didiknya selama beberapa bulan. Sistem ini dikombinasi dengan mempertimbangkan pola kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Sekolah di Taman Nasional Bukit Duabelas memang sangat berperan bagi perkembangan ilmu Suku Anak Dalam. Pemberdayaan Suku Anak Dalam  meliputi pendidikan alternatif, pelayanan kesehatan, bercocok tanam, serta pengadaan penerangan tenaga surya untuk permukiman.

Pemberdayaan Suku Anak Dalam di kawasan TNBD telah dilakukan selama beberapa tahun. Dari hasil pembinaan yang dilakukan, perubahan kultur Suku Anak Dalam sudah mulai tampak. Setidaknya enam anak dari Suku Anak Dalam sudah dijadikan guru bagi komunitas mereka di kawasan seluas 50 ribu hektar tersebut. Mereka sudah dapat menulis, membaca dan berhitung (calintung) serta bercocok tanam. Bahkan mereka sudah ada yang paham dengan teknologi komunikasi menggunakan HP.  Pengabdian Butet bukan hanya mengajari Orang Rimba membaca dan menulis, tapi juga turut membantu memecahkan persoalan yang selama ini sering mereka hadapi. Misalnya, bagaimana agar mereka sadar, bahwa hutan yang mereka tempati harus dijaga kelestariannya, bagaimana juga agar mereka berdaya menghadapi orang asing yang ingin menebang hutan mereka, dan persoalan sosial lainnya.

Sistim ini kemudian dikembangkan menjadi sistim Sokola Rimba (diambil dari bahasa yang digunakan orang Rimba, salah satu dialek bahasa Melayu). Sistim Sokola Rimba kemudian diterapkan pula di berbagai tempat terpencil lainnya di Indonesia, seperti di Halmahera dan Flores.

Untuk karyanya, Butet Manurung menerima penghargaan dari majalah Time sebagai "Heroes of Asia Award 2004" dan peraih "Woman of The Year" bidang pendidikan oleh televisi swasta Anteve pada tahun 2004 ini.

Apa yang dilakukan oleh Butet kiranya dapat menjadi motivasi untuk saling peduli, saling menolong, memperlakukan sesama secara manusiawi, dan arif terhadap lingkungan.