Dalam bacaan Minggu ini, Rasul Paulus mengutarakan pergumulannya dengan nasihat agar kita semua jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah yang telah kita terima (ay 1). Kita dinasihati agar tidak menghalangi kasih karunia itu berkarya di dalam kehidupan yang telah direncanakan oleh Allah dari semula. Paulus menegaskan kepada kita bahwa Allah tidak menginginkan kita bersikap pasif dan leha-leha oleh karena telah merasa mendapat surat garansi, yaitu keselamatan dalam kehidupan kekal selanjutnya.

Kini saatnya kita giat bekerja menjadi saksi-Nya bagi sesama. Hal ini agar pelayanan yang telah kita lakukan tidak menjadi celaan bagi pihak lain (ay 3). Bila pun kemudian kita menanggung berbagai konsekuensi atas pelayanan yang kita lakukan (ay 4-5), kita tetap tangguh oleh karena telah menerima kasih karunia berupa kecakapan dan ketahanan dalam menanggung segala sesuatu.

Itu semua menjadi petunjuk bagi kita dalam memahami paradoks murid Allah dalam diri Paulus. Di satu pihak ia mengalami semua perasaan dan kepedihan manusia, namun hal itu tidak menjadikannya hancur. Malah sebaliknya, ia semakin matang dan sanggup menjadi saluran berkat dengan menguatkan dan memperkaya orang-orang yang dilayaninya (ay 6-10).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hati didefinisikan sebagai sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan segala pengertian. Berangkat dari definisi tersebut, makna dari kata kiasan hati yang terbuka adalah kondisi hati yang sukacita serta lurus dan tidak bengkok. Dengan demikian, mengacu pada nasihat Paulus, kita diingatkan untuk terus bekerja dengan giat. Kita diajak untuk membuka hati lebar-lebar  dengan sukacita menyambut sesama, menyambut dan melakukan  seluruh tugas pelayanan, dan menyambut rahmat Allah yang terus memurnikan jasmani dan rohani kita (ps 7 ay 1). Amin. (PSP)