Sebuah relasi yang baik selalu membutuhkan kesetiaan yang harus dinyatakan oleh pihak-pihak yang terkait. Kesetiaan itu pun dituntut dari manusia yang terikat dalam perjanjian keselamatan dengan Tuhan. Namun, nilai sebuah kesetiaan sering terciderai karena rasa putus asa yang melanda ataupun pengkhianatan yang menyakitkan. Mari sejenak kita renungkan syair lagu berikut ini. Apakah ini pernah menjadi pergumulan kita?

Setiakah diriku pada-Mu, Tuhanku?

Dan siapkah hatiku mengiring-Mu terus?

‘Ku harus mengaku tidak tekun, semangat pun rentan

dan jiwaku yang rapuh membuatku bercela.

(PKJ 154)

Mengapa manusia sulit untuk tetap setia kepada Tuhan? Tentu saja ada banyak alasan. Orang menghentikan langkah karena menghadapi tantangan yang berat; orang kehilangan gairah karena hidup tak sesuai harapan; orang merasa bosan karena lama menunggu jawaban doa; orang mengalihkan pandangan karena tergiur godaan dunia yang menawan. Kadang kita ada pada pilihan yang sulit, antara setia kepada perintah Tuhan atau mengutamakan hal-hal yang kita cintai, misalnya pekerjaan, keluarga, selera, gaya hidup, bahkan nyawa.

Kitab Ibrani menceritakan bagaimana para tokoh dalam Perjanjian Lama menjaga kesetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka digambarkan sangat berani mengambil risiko karena memegang teguh janji Tuhan, walaupun hidupnya sendiri terancam. Ada tokoh yang menikmati hasil kesetiaan itu sebelum ajal menjemput, namun ada juga yang mati dalam kesetiaan, walaupun janji Tuhan atas dirinya belum tergenapi. Kesetiaan yang total dari para tokoh tersebut tidak didasarkan pada apa yang akan mereka peroleh, namun pada keyakinan mereka akan pemeliharaan Tuhan yang selalu nyata di sepanjang hidupnya. Dasar dari kesetiaan manusia yang luar biasa seperti ini hanyalah: IMAN. Tanpa iman, hidup terasa letih untuk dijalani. Tanpa iman, dunia terasa ngeri untuk dihadapi. Iman mengobarkan pengharapan, pengharapan menggerakkan roda kesetiaan untuk terus berputar maju. Imanlah yang membuat manusia sanggup bertahan dalam kesetiaan. Harapan kita mungkin tidak selalu menjadi kenyataan dan kehidupan mungkin berliku penuh jurang yang terjal, namun kesetiaan karena iman akan membuahkan keteladanan dan sukacita. Oleh karena itu, jangan pernah berhenti, tetaplah setia dalam menjalankan kehidupan bersama Tuhan. Kita harus setia karena Tuhan selalu setia! WBM