“SUMPAH PEMUDA: Inspirasi Untuk Menjadi Kristen Indonesia”


Pesan Pastoral pada Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2017

 

Segenap simpatisan dan anggota jemaat Gereja Kristen Indonesia yang kami kasihi, Sumpah pemuda berawal dari kesadaran para pemuda bahwa perlawanan terhadap kolonialisme tidak bisa dilakukan sendirian. Mereka pun mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok pelajar. Kelompok-kelompok ini memakai ikatan suku: Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond.

 

Tanggal 27-28 Oktober 1928, perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia yang terdiri dari organisasi kedaerahan, mengadakan Kongres Pemuda II di Jakarta. Rapat dilaksanakan dua kali. Rapat pertama di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) dan rapat kedua dilakukan di gedung Oost -Java Bioscoop. Penutupan rapat dilaksanakan di sebuah rumah pondokan pelajar, di Jl. Kramat raya 106, yang hak guna

bangunannya dipegang oleh Sie Kong Liong. Di rumah itulah para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda: bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia.

 

Kongres yang sangat signifikan menentukan arah kemerdekaan Indonesia itu, panitianya terdiri dari  berbagai macam kelompok pelajar, bahkan ada pengamat dari pemuda Tionghoa. Dua di antara panitia inti adalah pemuda Kristen, yaitu: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond) dan Johannes Leimena (Jong Ambon). Kemungkinan besar, dr. R.C.L. Senduk (pemuda dari Minahasa) juga beragama Kristen. Berkaitan dengan perayaan Hari Sumpah Pemuda tahun ini, kami mengajak seluruh simpatisan dan anggota jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) untuk memerhatikan dan merenungkan beberapa hal berikut ini.

 

1.   Sumpah Pemuda Adalah Karya para Pemuda dari Berbagai Etnis dan Agama

 

Ada tiga hal penting yang kita perlu perhatikan dari catatan sejarah di atas. Pertama, tempat  bersejarah diikrarkannya Sumpah Pemuda adalah rumah Sie Kong Liong. Kedua, panitia inti Kongres terdiri dari berbagai etnis dan agama. Ketiga, orang Tionghoa ikut sebagai pengamat dalam kongres tersebut. Ini penting kita perhatikan. Sebab ada beberapa kelompok dalam masyarakat Indonesia yang menganggap etnis dan agama tertentu berjasa untuk negeri ini dan etnis serta agama lain yang jumlah pengikutnya lebih sedikit, tidak atau kurang berjasa. Ada juga orang yang menuduh kalau orang Kristen adalah kelompok masyarakat yang mendukung kolonialisme dan karena itu, orang-orangnya tidak nasionalis. Ada juga yang menganggap, orang Tionghoa seperti benalu, yang hanya menumpang hidup di Indonesia, mengambil keuntungan dari Indonesia dan tidak memiliki nasionalisme.

2.   Indonesia Tidak Mengenal Pembedaan Berdasarkan Ikatan Primordial

 

Peristiwa Sumpah Pemuda, yang tokoh-tokohnya terdiri dari berbagai macam suku dan agama, menyadarkan kita bahwa Indonesia dan cita-cita kemerdekaannya, sejak awal tidak membedakan seseorang berdasarkan ikatan primordial, yang adalah anugerah dari Tuhan. Ketika bangsa ini  mengaku sebagai bangsa yang ber-ketuhanan yang Maha Esa, maka bangsa ini perlu konsekuen menerima sesamanya yang berbeda suku dan agama sebagai rahmat dari Tuhan. Ikrar sumpah Pemuda mengingatkan bangsa ini untuk menerima dan menghormati kepelbagaian etnik dan agama. Bukan itu saja. Sebagaimana semangat kesatuan pada zaman dahulu mampu mengalahkan kolonialisme, maka persatuan berbagai etnis dan agama di Indonesia dapat menjadi kekuatan dahsyat yang dapat membawa Indonesia menuju cita-cita kemerdekaannya.

 

3.   Menjadi orang Kristen Indonesia

 

Tuhan Yesus berkata:” Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat 5:16). Tuhan memerintahkan kita untuk membuat terang kita bercahaya di depan orang lain. Perintah Tuhan ini perlu kita artikan seperti ini: ”Hendaklah kamu, orang Kristen Indonesia, menunjukkan kekristenan dan keindonesiaanmu secara jelas!”

 

Tuhan ingin agar seluruh simpatisan dan anggota GKI benar-benar menunjukkan identitas kekristenan dan keindonesiaannya. Menunjukkan identitas kekristenan berarti, menunjukkan gaya hidup yang seperti Kristus: berjuang dan berkurban untuk menghadirkan kehendak Allah, yaitu damai sejahtera-Nya, dan damai sejahtera Allah itu kita wujudkan di bumi Indonesia. Tuhan ingin agar kekristenan kita menolong kita untuk menyintai dan membangun negeri ini. Cinta dan ketaatan kita kepada kehendak-Nya kita wujudkan dalam cinta kita kepada sesama dan negeri ini, antara lain dengan menunjukkan sikap hidup yang bertanggung jawab dalam membangun negeri ini. Kita perlu menghidupkan kembali semangat dan teladan para pemuda Kristen: Leimena, Amir Syarifuddin, R.C.L. Senduk, yang terlibat aktif membangun nasionalisme saat Sumpah Pemuda, sehingga persatuan dan kemerdekaan yang kita terima, benar-benar kita isi dengan tindakan nyata membangun Indonesia. Melalui aktualisasi identitas kita sebagai orang Kristen Indonesia, kita percaya, Indonesia akan semakin dekat dengan cita-cita kemerdekaannya.

 

 

 

          Pdt. Budi Cahyono Sugeng                              Pdt. Arliyanus Larosa

                     Ketua Umum                                             Sekretaris Umum